Senin, 14 Desember 2009

MENCAPAI KESEMPURNAAN

Menilik tentang perjalanan dari Miao Ch` ing, Miao Yin dan Mio Shan pada jaman dinasty Ming sangatlah fenomenal karena dari cerita tersebut pada akhirnya akan bermuara pada persamaan yang ada dan terjadi pada saat sekarang. Aneh tapi nyata Penulis menemukan dari sisi perjalanan, kiprah, tujuan serta letak dari tempat yang dibangun sangat sangat mirip beliau adalah SRI BRAHMARAJA XI yang dikenal dengan sebutan HYANG SURYO. Beliau adalah yang menjalankan kebijaksanaan dan pengertian KASUNYATAAN dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan KESEMPURNAAN.

Pada jaman sekarang dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak yang melupakan tentang kehidupan BHATINNYA nya.   Mio Chuang adalah Raja sekaligus ayahanda dari Miao Ch` ing, Miao Yin dan Mio Shan, dimana kedua saudara dari Miao Shan telah dicarikan jodoh dan dikawinkan oleh ayahnya. Tetapi Miao Shan menolak untuk menikah dia lebih memilih untuk tidak menikah dan menjauhi kedunawian dan mempunyai cita-cita luhur, untuk mencapai kesempurnaan untuk menolong orang-orang terbebas dari belenggu kesusahan, kebingungan, ketakutan, putus asa dll. Ada persamaan yang penulis temukan dalam cerita ini yaitu Hyang Suryo tidak MENIKAH "saya tidak sempat memikirkan untuk menikah" karena yang beliau mengemban tugas yang sangat berat adalah Nusantara khususnya dan Dunia pada umumnya dan salah satu kiprahnya adalah meluruskan daripada sejarah yang telah MELENCENG dari jalurnya dan kenyataan yang membuat orang bingung kehilangan arah dan terbelenggu dalam kemiskinan karena kata kuncinya adalah ELING KEPADA LELUHUR yang diartikan sekup kecil adalah Cinta Tanah Air dan menghormati orang tua maka kita akan diberi kebahagiaan.

Ada pertanyaan kenapa bangsa kita seperti ini keadaanya miskin, katanya dulu waktu jaman kerajaan Majapahit kita terbesar kita pertama kali bisa membuat kapal laut yang begitu besar bisa mengangkut ribuan laksa manusia bahkan negara Belanda dan Inggris belajar ke Majapahit untuk membuat Kapal, maka disebut NENEK MOYANGKU SEORANG PELAUT? beliau" Hyang Suryo menjelaskan semenjak keruntuhan Majapahit yang disusupi oleh orang dalam sendiri yaitu Raden Patah yang otaknya telah dimasuki kepercayaan Islam oleh Wali Songo, maka hilanglah rasa hormat kepada orangtuanya Brawijaya bahkan  diserang dan semua penyembah Leluhur dianggap Brahala dan di tumpas. Ini yang menjadi penyebab dari putusnya matarantai kehidupan untuk mencapai kebahagiaan karena di dunia ini seorang anak sebelum bisa mencari nafkah pasti dibiayai kehidupannya dan diperhatikan hidupnya oleh orang tuanya terutama IBU. Bahkan sebelum meminta sekalipun seorang anak berprilaku baik dan hormat kepada orang tuannya sudah lebih dahulu diberi hadiah.

Kembali ke cerita perjalanan Miao Shan untuk mencapai kesempurnaan, Miao Shan lantas membantah perintah dari ayahandanya dan bersikukuh untuk melajar untuk mencapai kesempurnaan. Sang Raja begitu marahnya tidak seorangpun bisa menghelak perintahnya, karena keteguhan hati Miao Shan untuk belajar kesempurnaan sangatlah keras maka sang ayah tidak bisa menghalangi. Berangkatlah Miao Shan menuju Klenteng Pipit Putih setelah berpamitan kepada Ayahanda dan Ibundanya, tetapi sang Raja tidak berhenti sampai disitu untuk mencegah Miao Shan untuk mempelajari hal yang konyol tersebut menurut sang Raja., diutuslah mentri untuk menemui pimpinan Wihara yang didirikan oleh Huang Ti (kaesar Oey Tee) dan limaratus Niko-Niko yang berdiam didalamnya dibawah pimpinan Nyonya Cheng Cheng Chang tersebut untuk membujuk Miao Shan biar kembali ke kerajaan. Setelah berusaha untuk melaksanakan hal tersebut ternyata sia-sia bahkan Miao Shan meminta pimpinan tersebut untuk minta ijin kepada orangtuanya.Akhirnya Miao Shan setelah diterima ditempatkanlah ditempat yang paling sulit yaitu sebagai juru masakmenyiapkan makanan setiap hari untuk limaratus biksuni.

Melihat prilaku Miao Shan yang tidak pernah mengeluh dan tulus iklas maka dewa langit  Yu Huang (Giok Hong Siang Tee)  mengutus dewa Bumi Tu`ti (Touw Tee Kong) untuk memebantu meringankan beban  Miao Shan dalam melaksanakan tugasnya. Raja merasa gerah melihat keadaan yang di laporkan oleh ketua wihara dimana terjadi banyak kejadian yang aneh genta-genta berbunyi dengan sendirinya, makanan siap disajikan dengan begitu cepatnya dan banyak lagi hal-hal yang gaib terjadi semenjak Miao Shan tinggal di wihara Pipit Putih tersebut. Kemudian Sang Raja memerintahkan prajuritnya untuk mengepung  serta membakar semua seisi wihara termasuk semua penghuninya. Wihara tersebut akhirnya dibakar semua Biksuni mengalami kepanikan yang sangat luar biasa sembari berkata "karena engkaulah Miao Shan penyebab semua ini terjadi" kemudian Miao Shan mengambil tusuk konde yang dipakainya dan ditancapkan kelangit-langit  diatas lidahnya dan disemburkan darah yang keluar keatas mengarah kelangit.Seketika itu hujan turun mengguyur lingkungan wihara Pipit Putih tersebut memadamkan api yang berkobar membakar hampir semua bangunan wihara tersebut. Prajurit melaporkan kejadian tersebut kepada sang Raja


Bersambung.....

Sabtu, 12 Desember 2009

MENGUAK GAJAHMADA [3


POS KOTA RABU, 4 NOVEMBER 2009 JAKARTA : Petilasan Gajah Mada di Lambang Kuning, Kertosono, Ternyata juga menmbangkitkan semangat Orang-Orang Bali untuk mengunjunginya. Ini bisa dimaklumi, sebab sebagian masyarakat Bali memang mempunyai Darah Keturunan dari Majapahit. Bukan itu saja, Tokoh Gajah Mada, menurut Cerita mereka, dianggap sebagai Putra Bali, Oleh karena itu Gajah Mada sangat di Agungkan, Hal ini diantaranya bisa dibaca dalam KEKAWIN GAJAH MADA karya I Ngurah Cokorda yang ditulis pada 1952-1958, Satu Kekawin termasuk baru, ditulis di Ubud Bali, disana disebutkan bahwa Gajah Mada adalah Tokoh yang karena Digdaya Anindyeng Sarat {Tokoh Termasyur Jaya tak Tercela di Seluruh Dunia} Tentang Gajah Mada juga bisa dibaca dalam kitab kitab lebih tua di Bali, misalnya karya karya Sastra jenis Babad, Adapun para tokoh agama dari Bali yang sudah mengunjungi dan meneliti situs Lambang Kuning itu adalah HYANG SURYA WILATIKTA [Ketua Puri Surya Majapahit], Drs I Gusti Putu Teken [Musium Buleleng], I Ketut Suharsana, I Gusti N Ari Darmawan, I Gusti Putu Arsila, Keempatnya merupakan keturunan Raja Bali. Hyang Surya Wilatikta yang oleh warga sekitar dipanggil Eyang Suryo, merupakan salah satu tokoh yang sangat antusias terhadap penemuan dan selanjutnya pemugaran Situs Gajah Mada di Lambang Kuning itu, Dia sering berkunjung untuk berziarah, Menurut warga sekitar Punden Lambang Kuning, Eyang Suryo kalau datang berziarah duduk bersila diluar pagar Punden. Dia tidak masuk, karena sangat mengagungkan tokoh Gajah Mada, hingga kalau berziarah cukup diluar pagar, tetapi tetap segala ritualnya yang khusuk. Dia lalu menceritakan tentang hubungan situs Lambang Kuning, Gajah Mada, dan Istri Selirnya yang dimakamkan di situs itu, yakni Putri China Roro Kuning. DISEBUT RAJA BALI "Akan halnya ditempat ini, disebut sebut sebagai Petilasan Gajah Mada , Karena Gajah Mada pernah tinggal disitu. Istrinya bernama Ratu Niang atau kemudian disebut Putri China, lalu juga disebut Randa Kuning, maka disini disebut Lambang Kuning" Ungkapnya. Setelah Gajah Mada pergi ke Bali, lalu kawin dengan Ni Luh Sukarini Putri Raja Bali Age. Begitu besarnya pengaruh Gajah Mada , maka setelah menikah dengan anak Raja Bali, Maka Sang Maha Patih sampai sampai disebut sebagai Raja Bali atau Baliage. Sementara itu, lanjut Eyang Suryo, Ratu Niang atau Roro Kuning setelah ditinggal beberapa lama, kemudian menyusul ke Bali, disana dia menemui kenyataan bahwa Gajah Mada sudah menikah lagi, yakni dengan Ni Luh Sukarini itu. Mengetahui hal tersebut, Ratu Niang mengadu kepada kakak Gajah Mada yang bernama Mayong. Maka Ma Yong menanyakan kepada Gajah Mada "Apakah ini istrimu ?" Gajah Mada tidak mengelak, Dia menjawab benar itu istrinya. Mayong marah seketika itu juga Gajah Mada ditempeleng, Raja Bali kalah oleh kakaknya sendiri. Menurut Eyang suryo Mayong memang seorang Tokoh yang sangat dihormati. "Makanya orang Bali sekarang, kepada keturunan Mayong itu tidak ada seorang Pendeta pun berani menetesi Tirta kepalanya", Setelah kejadian itu Gajah Mada mengantarkan Roro Kuning ke Jawa, dan pada akhirnya tetap memilih menyepi di Lambang Kuning. Meskipun ditinggal Suaminya untuk tugas Negara, Roro Kuning rupanya tetap setia tinggal ditempat itu, Sampai Hayatnya pun kemudian dimakamkan di Lambang Kuning yang selalu dikawal Prajurit Prajurit pilihan Gajah Mada. Akan halnya sekarang ujar Eyang Suryo, Banyak sekali Petilasan di Jawa rusak , Bukan hanya di Jawa , di Bali pun banyak petilasan yang lain pun hancur. Banyak jejak sejarah menjadi hilang. Seperti Petilasan Lambang Kuning ini, sebelumnya sudah hancur, tinggal onggokan sekumpulan batu bata, sedangkan disini banyak sekali sejarah yang hilang, hancur, seperti petilasan ini tinggal seonggokan batu bata. YAYASAN KERTAGAMA "Untung ada Yayasan Kertagama yang dipimpin Pak Harmoko peduli dan berkenan membangun dan merawatnya, semoga restu para Leluhur Majapahit juga merestui penduduk disini, semoga kepada Pak Harmoko yang sudah nguri nguri Leluhur nya dapat juga sesuatu anugrah dari para Leluhur" ujar Eyang Suryo. Menurut keyakinan masyarakat Bali dan semua agama, salah satu hal dalam hukum lima, kita wajib menghormati orang tua kita supaya mendapat surga dan umur panjang." Tentang Tokoh Gajah Mada, Eyang Suryo berpendapat Gajah Mada merupakan tokoh Agung dengan nama besar. Dialah orang pertama sebagai Pemersatu Nusantara. "Beliau di Dunia dikenal sebagai pencipta model Negara Nasional pertama , Dia berkedudukan sebagai Patih atau Perdana Mentri," ungkapnya. Dari Zaman Majapahit dibawah Raja Hayam wuruk dan pemerintahannya dijalankan Maha Patih Gajah Mada, telah tumbuh subur kehidupan beragama dan kebudayaan, serta pemikiran pemikiran mendalam. Yang terkenal adalah Karya sastra Kekawin Nagarakertagama karya Mpu Prapanca dan kekawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Dari Sutasoma, selanjutnya telah diambil salah satu ajaran terpenting, yakni tentang Bhinneka Tunggal Ika Tanhana Darma Mangruwa [berbeda-beda tetapi tetap satu jua, tiada Darma yang mendua] Eyang Suryo pun mengutipkan bunyi kekawin pada bagian itu, terjemahannya secara bebas antara lain : Adalah nama besar di jagad raya, yaitu Empu Tantular, Beliau berhasil menciptakan suatu sistem Bhinneka tunggal ika tanhana darma mangruwa [berbeda beda tapi tetap satu jua, tiada darma yang mendua]. Sebanyak banyak nya emas permata, sedalam dalamnya lautan , setinggi tingginya gunung dan langit Bhinneka Tunggal Ika Tanhana Darma Mangruwa lebih hebat , Barang siapa yang memakainya akan mengerti Rahasia Jagad , bilamana Raja dan Kawula dan Rakyatnya memakai Bhinneka Tunggal Ika Tanhana Darma Mangruwa Negara atau kesatuan bangsa ini akan mengalami Gemah Ripah Loh jinawi, Adil Makmur Aman Sentosa. Oleh karena itu, Eyang Surya mewanti wanti kepada generasi muda untuk tidak melupakan jasa jasa Gajah Mada, Lebih dari itu, Kiranya perlu mempelajari bagaimana Ajaran dan Budi budi baik Maha Patih Majapahit itu [bersambung/Winoto/dsr/r]

KACAMATA PLUS


PEMBELAJARAN, BELAJAR DAN BELAJAR.......itu kata - kata yang bisa penulis ungkapkan saat ini, bercerita tentang keadaan yang sebenarnya dan disimpulkan dalam kenyataan dan fakta - fakta yang ada yang dituangkan dalam ilmu KASUNYATAN. Hari itu dipagi hari, dalam kegelisahan yang timbul dan diyakini semua orang merasakan terutama yang berhubungan dengan EKONOMI, BUDAYA, SOSIAL dan lain sebagainya yang menyangkut tentang keadaan saat sekarang ini di NEGRI TERCINTA INI. Pertanyaannya Kok susah ya menata hidup sekarang ini ya? terjawab juga meskipun samar samar tapi mendingan ada acuan bahwa "HARI ESOK AKAN LEBIH BAIK DARI HARI INI". kata itu yang perlu dan sangat penting untuk jawaban dari pertanyaan tersebut di atas, duduk dikursi ongkang ongkang kaki kelihatan nya santai tapi hati gelisah, datanglah seorang sahabat Gusti Ngursh Wirya (Jik Wirya) dan berkata "CINTA TANAH AIR, HORMATI ORANG TUAMU, JANGAN TINGGALKAN LELUHUR, DLL ada yang mengganjal dalam kata kata sahabat tersebut yaitu "MAJAPAHIT". ada apa dengan MAJAPAHIT yang umumnya hanya cerita sejarah di sekolah dari SD sampai lanjut usia ya tahunya hanya cerita sejarah. Ternyata kegelisahan tadi mulai sirna dan terlupakan. "Terima kasih Sobat" keesokan harinya di malam hari berangkatlah kita ke tempat yang dikenal dengan pelinggih atau tempat bersetananya BETARA WISNU yaitu di GWK, suasana begitu lain dan keheningan yang mencekam, tampak seorang Biksu yang tinggal sendirian dalam lokasi yang begitu kontroversial, dimana letak daripada Pura tesebut berada di sudut lokasi yang tidak terbangun selayaknya Pura pada umumnya. Candi yang tampak samar samar yang terlihat dalam gelapnya malam dengan penerangan yang sangat minim.
TERANIAYA...... kata itu yang timbul jika melihat keadaan yang tidak sepadan berceritalah Biksu tersebut "dulu Pretima atau Patung atau Kimsin berada di salah satu Ruko yang letaknya didepan, dulu diundang dan di beri tempat di sana untuk kesejahteraan dan keseimbangan berjalanya GWK dan masyarakat umumnya tapi setelah di ganti dengan investor baru, yang mana orang tersebut beragama Kristen yang tidak percaya akan adanya leluhur, maka dalam jangka waktu tiga hari untuk segera pindahkan.
Semakin penasaran melihat dan mengamati keadaan tersebut, ternyata dalam waktu tiga hari mendapat tempat di PURI GADING. Tapi umat atau masyarakat disana yaitu di Ungasan berpendapat lain dan diberilah tempat di belakang dan yang disetanakan adalah Betara Wisnu. ada pertanyaan yang timbul siapa yang membawa Pretima Pretima tersebut " HYANG SURYO jawab Biksu tersebut.
PERTEMUAN DENGAN HYANG SURYO
Keesokan harinya di pagi hari Penulis pergi ke kawasan Puri Gading yang letaknya diluar kawasan GWK, tampak sebuah candi yang terbuat dari batu bata merah yang auranya penuh dengan fenomena mistis, dan dipendopo kecil banyak terpampang kliping dari berbagai koran yang memuat tentang Hyang Suryo, serta adanya pengumuman ditutupnya tempat atau Pura di Trowuan di Mojokerto oleh mentri Agama. Tidak lama kemudian datanglah seorang sosok laki - laki berambut panjang terurai dengan memakai udeng lusuh dan berpakaian lusuh, dengan wajah penuh karisma dan berdiri mengadah melihat candi tersebut dengan pandangan tenang. Bisa dirasakan dekat dengan beliau terasa separti pengayom bagi semua orang, penulis tahu bahwa yang berdiri tersebut adalah HYANG SURYO karena penulis sekilas melihat kliping yang ada photo Beliau. Begitu bicara seperti sambaran petir terasa di teling penulis "ya lihatlah dan bacalah Kliping itu matamu belum buta," ujar beliau sembari memberi kacamata plus kepada penulis. Pertemuan pertama kali yang begitu terkesan dan pertama kalinya penulis bertemu dengan figur yang luarbiasa auranya. Kok tahu ya mata saya PLUS dan lebih terang dipakai. Ternyata mata dan pikiran mulai terbuka setelah membaca Kliping tersebut.

JAWABAN DARI KEADAAN YANG TERJADI DI NUSANTARA
Beliau ternyata keturunan raja yang bergelar SRI BRAHMARAJA WILATIKTA XI diundang ke Bali dan membuat karya nyata untuk membedah ketimpangan yang terjadi seperti pelurusan sejarah yang sudah tidak sesuai dengan kebenarannya, mengembalikan paham Leluhur yang sudah mulai sirna, diajarkan untuk menghormati orang tua, serta mencintai tanah Air dan banyak lagi yang membuka pikiran serta melihat dengan jelas kenapa Nusantara sekarang seperti ini MISKIN dalam kekayaan alam yang melimpah yang dimiliki oleh Nusantara ini. Disinilah memulainya PEMBELAJARAN, BELAJAR DAN BELAJAR..... yaitu di "MAJAPAHIT". Tempat dan keadaan ini memang beda dari tempat yang beraroma Spiritual pada umumnya, sebab mencari dan mendalami spritual tersebut, sendiri yang mana tanpa dikotak - kotak maupun duduk bersila mendengarkan wejangan dari sang guru dan dikasih sesuatu dan disuruh suruh melakukan sesuatu dengan terpaksa. Disini yang penulis rasakan sangat beda Beliau membuat Candi tersebut untuk tempat leluhur, yang turun sebagai tempat menyembah atau sembahyang maupun berkeluh kesah sampai anak cucu dan generasi penerusnya. Jadi tempat ini adalah LANGGENG. "Jadi kalau mau memohon, berkeluh kesah langsung saja kepada leluhurnya tanpa harus dihadang sesama manusia" ujar Beliau. Penulis akan terus memandang dan mempelajari situasi maupun keadaan yang ada yang dikaitkan dengan kegelisahan pada diri sendiri maupun orang banyak inilah perjalanan pertama kalinya dengan MAJAPAHIT" dan penulis merasakan tempat ini seperti tempat sekolah, kuliah dan lain sebagainya yang ajarannya sangat lengkap berdasarkan KASUNYATAN atau KENYATAAN. Mulai terbukalah pengelihatan dan Pikiran berkat KACAMATA PLUS tersebut. Lalu penulis pulang dengan membawa pemberian dari Hyang Suryo berupa KACAMATA PLUS. (edy biokong)



GAJAH MADA ASLI DI PANCADATU


JAWA POS RADAR BALI SENIN 19 Juli 2004 : KUTA - Wajah asli patih Gajah Mada dibeber di GWK Culture Park, Minggu kemarin Adalah Hyang Suryo Wilatikto yang membeber keaslian wajah Mahapatih tersohor tersebut. Pembeberan dimuali dari Patung setinggi 25 centimeter yang tangan kanan dan kirinya memgang senjata Gada. Sebuah kalung kombinasi putih kuning menghiasi lehernya, plus leontin bergambar Betara Siwa warna keemasan "Inilah wajah Wajah Mahapatih Gajah Mada yang asli," jelas Hyang Suryo Wilatikto kemarin. Guna meyakinkan argumentasinya, Ketua Pura majapahit [Puri Jenggala] itu juga memberikan bebrapa fakta versinya ternyata menurutnya, Kalung bergambar Siwa itu diyakini nya peninggalan asli Gajah Mada. 'Keturunan Gajah Mada yang di Bali juga pernah menemui saya," katanya. Uniknya dirinya mengakutidak mau kompalin kepada pelukis wajah Gajah Mada. Kenapa yakin ? dari sinilah dia mengungkap kisah tersebut. Menututnya Pratima Gajah Mada Pancadatu [berbahan tujuh logam] itu diyakini sebagai miniatur wajah Sang Patih sesungguhnya setelah melalui rapat, meditasi , Juga mohon izin di Candi Rondo Kuning, Kertososno, Kemudian ada tuliusan China berbunyi" MA DA "Saat itu disaksikan tokoh Purbakala Trowulan Joko umbaran, Lurah Ropndo Kuning dan Sesepuh Majapahit, jelas si Pewaris Patung ini. Keyakinan ini juga didasarkan adanya Mahkota Patih yang dikenakan Patung. sedang Mahkota yang beredar kini adalah mahkota prajurit bukan Patih, Namun yang unik , selama dia di Bali menemukan ada Mahkota Patih Bali yang mirip milik Gajah Mada, "Saya membeli Mahkota itu di Sukawati," katanya sambil menunjukkan benda yang dimaksud. Bagaimana dia mendapat Patung itu ? Menurutnya Patung atau Pratima itu didapat secara turun temurun. Bermula dari runtuhnya Kerajaan Majapahit di Trowulan [1478] Sementara Majapahit Trilokapura [Daha-Jenggala-Kadhiri] masih eksis hingga 1527 hancur saat diserang Trenggono [Putra Raden Patah, Raja Demak] Kejadian itu juga berakibat sama terhadap Madapura , sebelumnya Patung itu diselamatkan ke Trilokapura oleh Arya Gede, Dia adalah Putra Sri Wilatikta Brahmaraja [Ratu Trilokapura]. [djo]. PAMERAN BUDAYA PEMERSATU BANGSA [1] WARTA BALI Minggu Wage, 2 Februari 2003 : Kondisi bangsa yang carut marut dilanda krisis multi dimensional belakangan ini antara lain disebabkan oleh hilangnya kesadaran bangsa ini untuk menghargai para Leluhur, pendahulu bangsa termasuk budaya Adiluhung dijaman kejayaan Kerajaan Majapahit memiliki modal budaya, filosofi dan spirit "Sumpah Palap" yang merupakan cikal bakal lahirnya Sesanti Bhinneka Tunggal Ika [Unity in Diversity] yaitu bersatu dalam keanekaragaman. Demikian antara lain pernyataan DR [HC] Soemadi Kertonegoro {Kanjeng Madi} ketika ditemui WARTA BALI seusai pembukaan Pameran Budaya Permersatu Bangsa di Lake View Batur Kintamani Bangli, Sabtu [1/2]. Salah satu upaya untuk menggali kembali nilai nilai mutiara budaya kejayaan bangsa, Terutama Era kerajaan Majapahit adalah dengan menggelar Pameran Budaya Pemersatu Bangsa, Pameran yang dimulai Sabtu, 1 sampai dengan 28 Pebruari 2003 di Lake View Hotel and Restoran ini dibuka HYANG SURYO WILOTIKTO yang juga Pandito Ratu pada Pura Majapahit dan Ketua IX Keluarga Besar Pendukung Budaya Nusantara Asli / Religi da Adat Nusantara Asli untuk mengurusi kerabat Mojopahit. Senada dengan itu, menurut Hyang Suryo Wilotikto, sudah saatnya bangsa Indonesia, kembali merenungi ke Agungan Budaya Leluhur dengan kembali mengingat dan menghayati serta menyadari nilai-nilai budaya yang pernah membawa kejayaan bangsa pada zaman Kerajaan Majapahit tanpa melihat Agama suku dan Ras. "Sesungguhnya kita ini satu Leluhur, kenapa kita selalu berbeda ketika melihat agama kita beda, justru dengan melihat bahwa budaya kita sama, maka kita akan kembali menyadari arti sebuah persatuan " ungkap Hyang Suryo, Di tengah tengah kerinduannya kepada kedamaian dan kejayaan masa lalu, Hyang Suryo menyitir Sesanti "Ajining Bongso Soko Luhuring Budoyo" yang artinya dihargainya Bangsa karena Keluhuran Budayanya. Sesanti itu ia hubungkan dengan Taurat Hukum kelima yang berbunyi "Hormatilah Orang Tuamu". Menurut Hyang suryo, sebuah bangsa yang selalu kuat memegang prinsip untuk menghormati Leluhurnya adalah bangsa yang besar. Untuk itu, Ia mengambil contoh JEPANG , Jepang dimata Hyang Suryo adalah Negara yang kuat dengan tradisi dan Budayanya kendati pernah hancur berkeping keping akibat di Bom Atom oleh Sekutu. Ia lalu mempertanyakan, kenapa bangsa Indonesia yang pernah mengalami masa kejayaan bahkan sampai tersohor ke seluruh dunia karena kekuasaan Majapahit meluas hingga bebrapa pulau di Philipina justru mengalami keterpurukan yang menyedihkan pada saat ini. Pengempon Pura Majapahit Pusat di Trowulan, Mojokerto Jawa Timur yang hingga kini hidup melajang ini melihat salah satu penyebabnya adalah karena bangsa Indonesia 'Melupakan' budaya Leluhurnya, "Bangsa Indonesia tidak lagi ingat apalagi menyembah Leluhurnya" terang Hyang Suryo. Untuk itu ia mengingatkan semua elemen bangsa untuk kembali sadar bahwa memuja Leluhur merupakan suatu keharusan jika bangsa ini tidak ingin lebih terpuruk kejurang yang lebih dalam lagi. Kanjeng Madi mengingatkan para elit bangsa untuk perlunya menggelar gerakan rekonsiliasi untuk mengembalikan kepercayaan rakyat yang 'Hilang'. Salah satu filosofi yang perlu dipegang menurut Kanjeng Madi ada;ah memegang teguh prinsip kepemimpinan Mahapatih Gajah Mada yakni Olah Raga, Olah Pikir dan Olah Rasa. "Nilai Luhur dari filosofi Maha Patih Gajah Mada perlu dipegang kembali" terang Kanjeng Madi. Ia jelaskan, olah raga tiada lain untuk mengembangkan emosional manusia, Olah pikir mengembangkan intelektual dan Olah rasa untuk mengembangkan kesadaran. Hanya saja ketiganya harus mengacu kepada nilai kecerdasan. Termasuk didalamnya sifat mensyukuri nikmat Tuhan yang telah dikaruniakan kita. @ tha. inilah Kliping berita dari Hyang Suryo Raja Abhiseka Majapahit Masa kini Sri Wilatikta Brahmaraja XI yang diundang ke Bali karena Pura / Puro / Griyo / Dalem Beliau di Trowulan di tutup dilarang Ritual dan Kegiatan dalam bentuk apapun oelh MUSPIKA Trowulan sejak 11 November 2001 [Komang Edi]

WARNING LELUHUR MAJAPAHIT


PURA MAJAPAHIT PUSAT TROWULAN 14 JULI 2001 : Hari itu Ulang Tahun Leluhur Putri Majapahit Siwa Parwati / Dewi Kwan Im Tangan Seribu, sejak pagi Trowulan sudah dipenuhi Pengunjung berbaju MERAH Brahma atau Warna Klenteng, Memang untuk pertama kalinya Barongsai yang sejak 1965 dilarang, Kini generasi masa kini yang hanya tahu dalam gambar dan berita TV di Trowulan baru juga untuk melihat pertamakalinya, Dibawah Pimpinan Pinisepuh Konghucu Hindra Sapoetra dan Suhu Tjia Kiem Hien HUMAS Majelis Konghucu, dan para umat Konghucu membawa Barongsai Kuna asli dari China yang sudah nganggur hampir 50 tahun dimainkan di Pura Majapahit Pusat yang memiliki Pagoda Cin Kwan Si Stana Jien So Jien Yen Kwan Se Yin Pu Sa, Juga terjadi keajaiban Mr. Yongki dari Canci Trowulan Malang tanpa sengaja pun datang [berdasarkan Pawisik Gaib] bahkan ikut mendokumentasi Upacara. Disinilah terjadi Kerauhan Leluhur yang bahasa China memang sulit diartikan karena tidak ada yang bisa bahasa China, sedang yang bahasa Bali / Jawa Kuna demikian bunginya [direkam] "De Enyeh, Meme dini jani, di Meru, di Padmesane Bethara Pitulas Bhatara Turun kabeh, Kengken Iye Nguwuke Meme kel Munggel, Nyen Sing Demen Meme kel Nguwuke, Ne Meme Gangga Rabin Pasopati, Jegeg Meme dijagate yen Ngerwede Merupa Bhatari Mecaling Jagad, Uwuk Gumine,..." Semua keheranan atas kata kata ini, bahkan Rombongan Bali yang hadir puluhan Bis juga ikut heran, ada apa ini ? dimana ada disebutkan "Bagaimana Dia Merusak Ibu akan menggagalkan" padahal tidak ada masalah selama ini. Jadi ada Warning Leluhur mungkin sudah ada Orang yang merencanankan Perusakan Pura, waktu itu awal 2000 sudah 2 tahun berlalu memang ada Perusakan Rumah Orang Bali yaitu Kolonel AU. Agung Poerbodjagad dimana Padmasana nya dibakar dan dihancurkan belakangan dibekas Padma dibangun Masjid. Akhir 2000 memang Gereja Gerja di Mojokerto di Bom, Tapi Pura Majapahit yang tempat Leluhur dan Kuburan Kuburan Sarean Leluhur tidak ada masalah karena bukan Agama yang memang untuk Perang seperti Kristen dan Islam yang perang terus saling menyalahkan seperti di Palestina dan Israel, Hindu di India yang juga Perang dengan Islam Pakistan, hingga Pak Agung yang Hindu pun dihancurkan Islam kena imbas di India yang agama Hindu membakar Masjid Ayodia milik agama islam, Majapahit tidak pernah cari Musuh karena Pemujaan Leluhur dan malah merukunkan semua Agama yang dianut Orang Trah MONGOLOID yang satu Turunan dan Leluhur sama yaitu trah Asia bukan Arab yang perang dengan Israel, serta sudah Terkenal dari Zaman Dahulu Majapahit Pwemersatu dengan Pancasila nya yang 500 tahun yang lalu juga di Tumpas Islam, dan kini merdeka 1945 Pancasila dasar Negara yang digali Bung Karno, tapi 1965-1966 kembali di Tumpas Islam dan jutaan Orang yang bukan Islam dibunuh di cap Komunis yang Tidak Ber Tuhan atau dituduh G 30 S PKI dimana sudah umum dan diberitakan TV kalau itu Politik unutk menjatuhkan Bung Karno yang sangat dicintai Rakyat dan kuat, jadi untuk menjatuhkan Orang terkuat di Dunia bahkan Pemersatu Asia Afrika dan Amerika ini harus Rakyat dan Pengikutnya di Tupas habis sampai Akar-Akarnya [bayi nya] 1965-1966 berhasil itu Penumpasan, 1967 Bung Karno dengan mudah dijatuhkan dan di Tahan serta Tewas masih dalam setatus Tahanan Republik Indonesia yang didirikannya. Kemudian Kekuatan Islam mendomonasi sampai kepedesaan hingga Reformasi dan Presiden Gus Dur yang memimpin Islam Terbesar di Indonesia sudah Minta maaf atas Peristiwa Pembunuhan besar besaran terhadap Komunis, serta membebaskan Budaya China hingga Barongsai bisa tampil kembali di Pura Majapahit Pusat trowulan untuk melengkapi Adat Uacara Leluhur dimanan Uang China adalah Saran Upacara Sesaji di Majapahit dengan bukti yang bisa dilihat di Bali, Jadi tidak ada Masalah untuk Upacara Leluhur, seperti Keraton Solo, Jogja, Cirebon dan Desa Desa juga sudah mulai menghidupkan Budaya masing masing meniru Bali yang diakui Dunia. Jadi memeng Kerauhan atau Warning Meme Gangga Leluhur Tertinggi Ibu yang juga manivestasi Siwa Parwati yang di China Dewi Kwan Im Tangan Seribu Leluhur Trah Mongoloid juga Fosil di Solo sama sebangun dengan Fosil di China [Beijing] jadi leluhur tidak ada kaitan dengan Agama yang baru lahir seperti Jesus Kristiani 2000 tahun yang lalu dengan tahun Masehi nya dan Islam 1400 tahun yang lalu kemudian menumpas Seniornya Jesus hingga tumpas dan Gereja gereja Megah dirubah jadi Masjid, India pun tak luput Penumpasan Islam seperti Taj Mahal Kulil Siwa juga dirubah Makam Harem syah Jihan Islam, dimana Relief dan Patung Dewa Hindu dihancurkan diganti Kaligrafi ayat Quran, Menyusul Majapahit pun tak luput Penumpasan 1478 M Kerajaan Pusat Trowulan yang hanya simbol Pemersatu dan Raja Brawijaya sudah Tua malah dihancurkan dan rakyatnya harus masuk Islam agama Rasul yang suci, Candi Leluhur dihancurkan dan buku buku Budha dibakar yang tidak mau masuk Islam lari ke Gunung dan Bali ini sejarah jadi Islam diciptakan untuk perang Menumpas Agama sebelumnya, ini bukti nyata bisa dilihat sampai detik ini Kekerasan, nge BOM dll, hingga Bukti Autentuk nya 30 September 2001 karena Hindu Pak Agung Sudah Hancur, Gereja Gereja pun di Bom maka tinggal Pura Leluhur majapahit yang bukan Islam, padahal banyak umat Islam yang ber Leluhur Majapahit menjadi sasaran dengan Datangnya Camat yang baru menjabat, bukan berkenalan dengan Majapahit tapi malah Mgotak ngatik Ijin Pura, dan malah memanggil untuk menjelaskan Pura Majapahit mungkin Camat nya hanya belajar sejarah Arab jadi butuh penjelasan tentang Majapahit, Ketua Pura Majapahait Pusat Hyang Suryo yang juga Raja Abhiseka Majapahit dengan nama Sri Wilatikta Brahmaraja XI kali ini harus mengalah datang ke Kantor Camat untuk di Sidang tentang Acara Adat nya yang menyimpang dengan Islam, bahkan di Tuduh Menghindukan Orang. Ya terpaksa diberi Penjelasan kalau Tempat leluhur. Tapi bukan Rahasaia lagi Panggilan hanyalah bukan untuk penjelasan sejak dahulu sampai kini Banyak Ketua / Pinisepuh / Pimpinan Sebuah Kepercayaan Budaya [Tv menyiarkan sampai bosan] pasti dipanggil dan disidang Hukum Arab, lha Hancurlah mereka contoh Kepercayaan : Siti Jenar, Injil Taurat dan Jabur, Saptodarmo jogja, Dayak Hindu Buda dll dst dsb semuanya diberitakan TV juga Perusakan Kampus Kristen, Achmadiah yang ngetren belakangan. Jadi inilah Warning Leluhur terbukti setelah mengalami Serbuan yang gagal, ngebom yang disambar Petir, 16 November 2001 Camat membuat Papan Pengumuman 'Menutup Bangunan, melarang Ritual dan kegiatan dalam bentuk apapun' hingga kalau ada tamu Imam Karyono dan Team nya menyeret Orang yang dari dalam Pura Majapahit sampai September 2009 pun Rombongan Tamu dari Sukawati Bali pun tidak boleh masuk Pura / Puro / Griyo / Dalem Hyang Suryo oleh yang namanya 'BENO" menurut Penduduk orang ini Informan Polisi jadi Penjaga Pura Mas Andre tidak berani / ketakutan karena buta hukum tidak ngerti Trowulan ada Polsek nya dan Tamu kan bisa minta tolong kepolisian untuk dikawal kan Trowulan daerah Wisata, Jadi tetap saja tamu Bali ke Pura Majapahit diancam dianggap orang buta hukum. Padahal Mentri Hukum dan Ham atas perintah Presiden SBY mau memberantas MARKUS [makelar kasus] jadi inilah tentang Warning Leluhur yang setelah Pura Majapahit Trowulan di tutup lalu pindah diundang ke Bali agar Leluhur tetpa bisa di Upacarai, dan Winu Airlangga sudah menlinggih di GWK kebetulan Beliau di Patungkan sebagai GWK, dan Ibu di Pura Ibu Puri Gading Jimbaran. {Komang Edi}

DILUAR ABU ABU

DILUAR ABU ABU


DILUAR ABU-ABU…….
Keadaan yang terjadi dalam lingkungan Sepiritual tidaklah sama baik letak, suasana, bentuk bangunan, pengurus, maupun aura yang ada di masing masing tempat tersebut.
Tetapi lain dari sepuluh tempat yang Penulis dikunjungi, sembilan ada kesamaan satu yang berbeda. Umumnya tempat Sepiritual dari segi lingkungan tertata dengan rapi karena ada yang menata, bahkan ada suatu tempat Klenteng untuk menata dan menjaga kebersihan harus memebayar orang untuk melakukannya. Ada juga yang terpaksa melakukan hal tersebut karena tuntutan dari orang sekitarnya karena tugas yang telah tertuju kepadanya. Sang Guru Spiritual atau Ketua atau orang yang dituakan biasanya memberikan suatu Pengarahan atau wejangan bagi para pengurus maupun orang-orang yang sering hadir ataupun penyungsung tentang Agama, Rohani dll sambil duduk bersila dan terdiam sambil disediakan kopi, makanan ringan dll dengan harapan sang Guru bisa memberikan suatu berkah kepadanya.
LAIN DARI YANG LAIN
Pura Ibu Majapahit Jimbaran Penulis banyak berpikir dan melihat sesuatu yang berbeda baik dari segi letak, suasana, orang yang ada didalamnya yang setiap waktu ada (bukan pengurus), maupun aura yang ada dilingkungannya. UNIK itu yang bisa digambarkan pertama kali,
Letak dari pada Pura Ibu Majapahit berada di atas Bukit yang dikelilingi laut dan tempat melinggihnya Ibu Siwa Parwati Tangan Seribu atau Dewi Kwan Im Tangan Seribu tersebut berada dalam kawasan Perumahan Puri Gading Jimbaran. Ternyata pada waktu memilih tempat tersebut penuh dengan DELEMA dan DRAMATIS karena sebelumnya Pengelingsir Pura HYANG SURYO diundang dari Trowulan untuk menempati tempat di GWK ternyata setelah beberapa lama tinggal disana beserta Pretima, Senjata peninggalan Kerajaan Majapahit beliau di USIR karena GWK telah berganti investor baru yang kurang percaya dengan adanya Leluhur. Dalam jangka waktu tiga hari semenjak surat penyapaiyan untuk pindah datang, beliau harus angkat kaki dari tempat itu. Yang dirasakan saat itu hanyalah kekecewaan yang timbul dari Penyungsung dan Hyang Suryo Berkata “SIAP MENOLONG SIAP DIPENTUNG” kita tidak boleh marah dan menyalahkan apapun yang sudah kita diperbuat untuk kebaikan kita harus IKLAS meskipun pahit terasa ujar Hyang Suryo yang bergelar SRI WILATIKTA XI. Setelah itu beliau melihat lihat tempat untuk bisa melinggihkan Leluhur baik Pretima, Senjata dll di kawasan Perumahan Puri Gading. Dalam perjalannya Beliau bertemu seorang Ibu Tua yang melambaikan tangan sembari berkata “Ibu di sini tinggal di meru (pagoda) tumpang sebelas” maka terwujudlah Candi, Klenteng Serta Pendopo pendopo yang sangat mistis dari segi aura dan terasa seperti jaman tempo dulu bentuk semua bangunannya.
BUDAYA NGAYAH (bersambung....)