Sabtu, 12 Desember 2009

MENGUAK GAJAHMADA [3


POS KOTA RABU, 4 NOVEMBER 2009 JAKARTA : Petilasan Gajah Mada di Lambang Kuning, Kertosono, Ternyata juga menmbangkitkan semangat Orang-Orang Bali untuk mengunjunginya. Ini bisa dimaklumi, sebab sebagian masyarakat Bali memang mempunyai Darah Keturunan dari Majapahit. Bukan itu saja, Tokoh Gajah Mada, menurut Cerita mereka, dianggap sebagai Putra Bali, Oleh karena itu Gajah Mada sangat di Agungkan, Hal ini diantaranya bisa dibaca dalam KEKAWIN GAJAH MADA karya I Ngurah Cokorda yang ditulis pada 1952-1958, Satu Kekawin termasuk baru, ditulis di Ubud Bali, disana disebutkan bahwa Gajah Mada adalah Tokoh yang karena Digdaya Anindyeng Sarat {Tokoh Termasyur Jaya tak Tercela di Seluruh Dunia} Tentang Gajah Mada juga bisa dibaca dalam kitab kitab lebih tua di Bali, misalnya karya karya Sastra jenis Babad, Adapun para tokoh agama dari Bali yang sudah mengunjungi dan meneliti situs Lambang Kuning itu adalah HYANG SURYA WILATIKTA [Ketua Puri Surya Majapahit], Drs I Gusti Putu Teken [Musium Buleleng], I Ketut Suharsana, I Gusti N Ari Darmawan, I Gusti Putu Arsila, Keempatnya merupakan keturunan Raja Bali. Hyang Surya Wilatikta yang oleh warga sekitar dipanggil Eyang Suryo, merupakan salah satu tokoh yang sangat antusias terhadap penemuan dan selanjutnya pemugaran Situs Gajah Mada di Lambang Kuning itu, Dia sering berkunjung untuk berziarah, Menurut warga sekitar Punden Lambang Kuning, Eyang Suryo kalau datang berziarah duduk bersila diluar pagar Punden. Dia tidak masuk, karena sangat mengagungkan tokoh Gajah Mada, hingga kalau berziarah cukup diluar pagar, tetapi tetap segala ritualnya yang khusuk. Dia lalu menceritakan tentang hubungan situs Lambang Kuning, Gajah Mada, dan Istri Selirnya yang dimakamkan di situs itu, yakni Putri China Roro Kuning. DISEBUT RAJA BALI "Akan halnya ditempat ini, disebut sebut sebagai Petilasan Gajah Mada , Karena Gajah Mada pernah tinggal disitu. Istrinya bernama Ratu Niang atau kemudian disebut Putri China, lalu juga disebut Randa Kuning, maka disini disebut Lambang Kuning" Ungkapnya. Setelah Gajah Mada pergi ke Bali, lalu kawin dengan Ni Luh Sukarini Putri Raja Bali Age. Begitu besarnya pengaruh Gajah Mada , maka setelah menikah dengan anak Raja Bali, Maka Sang Maha Patih sampai sampai disebut sebagai Raja Bali atau Baliage. Sementara itu, lanjut Eyang Suryo, Ratu Niang atau Roro Kuning setelah ditinggal beberapa lama, kemudian menyusul ke Bali, disana dia menemui kenyataan bahwa Gajah Mada sudah menikah lagi, yakni dengan Ni Luh Sukarini itu. Mengetahui hal tersebut, Ratu Niang mengadu kepada kakak Gajah Mada yang bernama Mayong. Maka Ma Yong menanyakan kepada Gajah Mada "Apakah ini istrimu ?" Gajah Mada tidak mengelak, Dia menjawab benar itu istrinya. Mayong marah seketika itu juga Gajah Mada ditempeleng, Raja Bali kalah oleh kakaknya sendiri. Menurut Eyang suryo Mayong memang seorang Tokoh yang sangat dihormati. "Makanya orang Bali sekarang, kepada keturunan Mayong itu tidak ada seorang Pendeta pun berani menetesi Tirta kepalanya", Setelah kejadian itu Gajah Mada mengantarkan Roro Kuning ke Jawa, dan pada akhirnya tetap memilih menyepi di Lambang Kuning. Meskipun ditinggal Suaminya untuk tugas Negara, Roro Kuning rupanya tetap setia tinggal ditempat itu, Sampai Hayatnya pun kemudian dimakamkan di Lambang Kuning yang selalu dikawal Prajurit Prajurit pilihan Gajah Mada. Akan halnya sekarang ujar Eyang Suryo, Banyak sekali Petilasan di Jawa rusak , Bukan hanya di Jawa , di Bali pun banyak petilasan yang lain pun hancur. Banyak jejak sejarah menjadi hilang. Seperti Petilasan Lambang Kuning ini, sebelumnya sudah hancur, tinggal onggokan sekumpulan batu bata, sedangkan disini banyak sekali sejarah yang hilang, hancur, seperti petilasan ini tinggal seonggokan batu bata. YAYASAN KERTAGAMA "Untung ada Yayasan Kertagama yang dipimpin Pak Harmoko peduli dan berkenan membangun dan merawatnya, semoga restu para Leluhur Majapahit juga merestui penduduk disini, semoga kepada Pak Harmoko yang sudah nguri nguri Leluhur nya dapat juga sesuatu anugrah dari para Leluhur" ujar Eyang Suryo. Menurut keyakinan masyarakat Bali dan semua agama, salah satu hal dalam hukum lima, kita wajib menghormati orang tua kita supaya mendapat surga dan umur panjang." Tentang Tokoh Gajah Mada, Eyang Suryo berpendapat Gajah Mada merupakan tokoh Agung dengan nama besar. Dialah orang pertama sebagai Pemersatu Nusantara. "Beliau di Dunia dikenal sebagai pencipta model Negara Nasional pertama , Dia berkedudukan sebagai Patih atau Perdana Mentri," ungkapnya. Dari Zaman Majapahit dibawah Raja Hayam wuruk dan pemerintahannya dijalankan Maha Patih Gajah Mada, telah tumbuh subur kehidupan beragama dan kebudayaan, serta pemikiran pemikiran mendalam. Yang terkenal adalah Karya sastra Kekawin Nagarakertagama karya Mpu Prapanca dan kekawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Dari Sutasoma, selanjutnya telah diambil salah satu ajaran terpenting, yakni tentang Bhinneka Tunggal Ika Tanhana Darma Mangruwa [berbeda-beda tetapi tetap satu jua, tiada Darma yang mendua] Eyang Suryo pun mengutipkan bunyi kekawin pada bagian itu, terjemahannya secara bebas antara lain : Adalah nama besar di jagad raya, yaitu Empu Tantular, Beliau berhasil menciptakan suatu sistem Bhinneka tunggal ika tanhana darma mangruwa [berbeda beda tapi tetap satu jua, tiada darma yang mendua]. Sebanyak banyak nya emas permata, sedalam dalamnya lautan , setinggi tingginya gunung dan langit Bhinneka Tunggal Ika Tanhana Darma Mangruwa lebih hebat , Barang siapa yang memakainya akan mengerti Rahasia Jagad , bilamana Raja dan Kawula dan Rakyatnya memakai Bhinneka Tunggal Ika Tanhana Darma Mangruwa Negara atau kesatuan bangsa ini akan mengalami Gemah Ripah Loh jinawi, Adil Makmur Aman Sentosa. Oleh karena itu, Eyang Surya mewanti wanti kepada generasi muda untuk tidak melupakan jasa jasa Gajah Mada, Lebih dari itu, Kiranya perlu mempelajari bagaimana Ajaran dan Budi budi baik Maha Patih Majapahit itu [bersambung/Winoto/dsr/r]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar